Jakarta, CNBC Indonesia – Perekonomian dunia diperkirakan membaik pada tahun 2024 dan 2025, meskipun perang dan perlambatan ekonomi China masih membayangi.

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi dunia akan terus tumbuh sebesar 3,2% pada tahun 2024 dan 2025, dengan kecepatan yang sama seperti pada tahun 2023. Adapun, proyeksi ini naik dibandingkan perkiraan sebelumnya yang dipatok 3,1% pada Januari lalu. Inflasi yang melambat setelah mencapai puncaknya pada tahun lalu memberikan dampak pada pertumbuhan tahun ini.

Hal ini diungkapkan dalam rilis World Economic Outlook edisi April 2024 yang publikasi, Rabu (17/4/2024). Meski sama dengan tahun 2023, IMF melihat ada perbaikan

pada negara-negara maju-di mana pertumbuhan diperkirakan akan meningkat dari 1,6% pada tahun 2023 menjadi 1,7% pada tahun 2024 dan 1,8% pada tahun 2025.

“Meskipun terdapat prediksi yang suram, perekonomian global masih tetap tangguh, dengan pertumbuhan yang stabil dan laju inflasi yang melambat hampir sama cepatnya dengan kenaikannya,” ungkap Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam catatannya, Rabu (17/4/2024).

Namun, perkembangan ini akan diimbangi oleh sedikit perlambatan di negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang dari 4,3% pada tahun 2023 menjadi 4,2% pada tahun 2024 dan 2025.

Sementara itu, pertumbuhan di zona Euro akan membaik namun dari tingkat yang sangat rendah, karena guncangan di masa lalu dan kebijakan moneter yang ketat membebani aktivitas.

Pertumbuhan upah yang tinggi dan inflasi jasa yang terus-menerus dapat menunda kembalinya inflasi ke sasarannya. Namun, tidak seperti di Amerika Serikat, hanya ada sedikit bukti terjadinya overheating, dan Bank Sentral Eropa (ECB) perlu secara hati-hati mengkalibrasi arah pelonggaran moneter untuk menghindari inflasi yang terlalu rendah.

Meskipun pasar tenaga kerja tampak kuat, IMF melihat kekuatan tersebut bisa menjadi ilusi jika perusahaan-perusahaan Eropa menimbun tenaga kerja untuk mengantisipasi peningkatan aktivitas yang tidak terwujud.

Gourinchas pun mengingatkan perekonomian China masih terkena dampak pelemahan sektor properti. Pertumbuhan dan krisis utang tidak pernah dapat diselesaikan dengan cepat, dan hal ini tidak terelakan.

“Permintaan dalam negeri akan tetap lesu kecuali ada upaya yang kuat untuk mengatasi akar permasalahannya. Dengan menurunnya permintaan dalam negeri, surplus eksternal bisa meningkat. Risikonya adalah hal ini akan semakin memperburuk ketegangan perdagangan di tengah kondisi geopolitik yang sudah penuh tantangan,” ungkap Gourinchas.

Menurutnya, banyak negara emerging market besar lainnya yang mempunyai kinerja yang kuat, terkadang mendapat manfaat dari konfigurasi ulang rantai pasokan global dan meningkatnya ketegangan perdagangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Jejak negara-negara ini terhadap perekonomian global semakin meningkat.

Sejalan dengan perkembangan ini, inflasi global diperkirakan akan turun dari rata-rata tahunan sebesar 6,8% pada tahun 2023 menjadi 5,9% pada tahun 2024 dan 4,5% pada tahun 2025.

“Penurunan yang lebih besar diperkirakan akan terjadi di negara-negara maju, dengan penurunan inflasi sebesar 2,0% berdasarkan level pada tahun 2024, sedangkan penurunan pada tahun 2025 hanya terjadi di negara-negara emerging market dan negara-negara berkembang,” tulis IMF dalam laporannya.

Gourinchas menilai upaya mengembalikan inflasi ke sasarannya harus tetap menjadi prioritas. Meskipun tren inflasi menggembirakan, namun dunia belum mencapainya.

“Yang agak mengkhawatirkan adalah kemajuan menuju target inflasi terhenti sejak awal tahun. Ini mungkin merupakan kemunduran sementara, namun ada alasan untuk tetap waspada,” ujarnya.

IMF, kata Gourinchas, melihat sebagian besar kabar baik mengenai inflasi datang dari penurunan harga energi dan inflasi barang. Hal terakhir ini terbantu dengan berkurangnya gesekan rantai pasokan, serta penurunan harga ekspor Tiongkok.

Namun, dia mewaspadai harga minyak yang akhir-akhir ini meningkat sebagian karena ketegangan geopolitik dan inflasi jasa yang masih sangat tinggi. Pembatasan perdagangan lebih lanjut terhadap ekspor Tiongkok juga dapat mendorong inflasi barang.

Ke depan, Gourinchas mengingatkan para pembuat kebijakan harus memprioritaskan langkah-langkah yang membantu menjaga atau bahkan meningkatkan ketahanan perekonomian global.

Prioritas pertama adalah membangun kembali penyangga fiskal. Bahkan ketika inflasi menurun, suku bunga riil tetap tinggi dan dinamika utang negara menjadi kurang menguntungkan.

“Konsolidasi fiskal yang kredibel dapat membantu menurunkan biaya pendanaan, meningkatkan ruang fiskal, dan stabilitas keuangan. Sayangnya, rencana fiskal sejauh ini tidak memadai dan dapat semakin terhambat mengingat banyaknya pemilu tahun ini,” ujarnya.

Dia pun menegaskan konsolidasi fiskal tidak pernah mudah, namun yang terbaik adalah tidak menunggu sampai pasar menentukan kondisinya.

“Pendekatan yang tepat adalah memulainya sekarang, bertahap, dan kredibel. Ketika inflasi terkendali, konsolidasi multi-tahun yang kredibel akan membantu membuka jalan bagi pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut,” tegas Gourinchas.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Video: IMF Beri “Warning”! 40% Pekerjaan Bisa Terdampak AI


(haa/haa)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *